Di mataku, Ia hanya
seorang biasa layaknya kaum hawa. Ketika pertama kali bertemu dengannya, tak
ada yang terlihat spesial darinya. Jantung ini pun tak meningkatkan denyutnya. Sekilas,
matanya biasa saja, hidungnya biasa saja, bibirnya pun juga biasa. Tak ada yang
menarik untuk dideskripsikan.
Hari itu aku ingin
mengumpulkan kartu rencana studi ke ruang dosen. Aku tau bakalan mengantar
sepucuk surat itu sendiri karena semua temanku sepertinya sudah mengumpulkannya
terlebih dahulu. Namun, ternyata ada yang ingin bersama-sama denganku. Orang itu
adalah Ia. Ya, kami berdua bersama-sama, tidak ada orang lain. Dan ketika
inilah perasaanku mulai aneh. Bagaimana tidak, aku jalan berdua dengan seorang
cewek. Aku merasa malu karena dilihat oleh orang-orang, namun aku senang karena
ada yang mau menemaniku. Dan, yang tidak aku pahami adalah mengapa denyut
jantungku meningkat ketika itu. Itulah yang membuatku merasa sangat aneh.
Sepanjang jalan menuju
fakultas ilmu sosial dan ruang dosen yang jaraknya lumayan jauh, aku mencoba memulai
pembicaraan dengan menanyakan beberapa hal agar jantungku tidak semakin cepat. Aku
berusaha untuk akrab dengannya. Dia pun menanggapi dengan baik dan positif
karena kami tidak punya niat yang buruk. Kami pun menikmati perjalanan itu
hingga sampai ke tempat tujuan. Kertu rencana studi milikku sudah bisa
dikumpulkan karena Bu Dosen ada di ruangnya. Namun tidak dengannya. Dosen yang
mengampunya tidak berada di mejanya. Padahal Ia harus pulang kampung. Akhirnya Ia
pun meminta tolong kepadaku untuk mengumpulkan kartunya; Ia titipkan padaku. Seketika
itu aku menyanggupinya karena dasar kesetiakawanan dan tanpa mengharap apa pun.
Ia apun sangat senang dan berterimakasih kepadaku. Sejenak aku terpaku melihat
Ia tersenyum kepadaku. Tanpa pikir panjang, aku pun membalasnya. Dan kami pun pulang dan berpisah
di jalan.