Bunuh
diri menjadi penyebab utama kematian di kalangan pasukan ‘Israel’.
Mengutip data dari divisi rehabilitasi militer ‘Israel’, harian Ibrani, Maariv melaporkan,
pada 2003 jumlah serdadu ‘Israel’ yang bunuh diri meningkat lebih
tinggi dibandingkan mereka yang tewas dalam serangan militer di Tepi
Barat dan Jalur Gaza.
Disebutkan, total terdapat 43 serdadu Zionis yang menghabisi nyawanya, naik dari angka tahun sebelumnya yang tercatat 30 orang. Data ini menunjukkan adanya kenaikan 30% dari angka bunuh diri pada 2002 yang mencapai 31 serdadu.
Pada tahun 2003, selama puncak Intifada ke dua, 43 tentara Zionis dilaporkan tewas karena bunuh diri dan ini menjadi menjadi penyebab utama kematian di kalangan serdadu. Sementara pada enam bulan pertama tahun 2004, sebanyak 15 serdadu ‘Israel’ dilaporkan bunuh diri.
Kementerian Pertahanan sendiri menolak berkomentar karena merasa malu atas laporan itu. Juru bicara kementerian hanya mengatakan bahwa ia tidak mengetahui masalah itu dan pihaknya tidak ada hubungannya dengan aksi bunuh diri tersebut.
Militer ‘Israel’ juga menyangkal bahwa aksi bunuh diri itu ada hubungannya dengan tindakan-tindakan jahat ‘Israel’ di wilayah jajahannya.
Sumber militer mengatakan alasan-alasan, seperti krisis emosional, penganiayaan dan intimidasi oleh atasan, serta depresi psikologis sebagai penyebab bunuh diri. Namun yang secara lebih luas diyakini adalah para tentara ini merasa trauma atas kejahatannya di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang kemudian berujung pada bunuh diri.
Aktivis perdamaian ‘Israel’ mengatakan kepada Aljazeera.net bahwa ia meyakini kalau kebanyakan serdadu yang bunuh diri tidak bisa hidup dengan menanggung beban yang mengerikan atas perilaku mereka di wilayah Palestina.
Pada 2008, seorang polisi perbatasan ‘Israel’ bunuh diri di depan Perdana Menteri Perancis kala itu, Nicholas Sarkozy. Pada 2007-2009, sempat terjadi penurunan jumlah kasus bunuh diri. Namun jumlahnya kembali naik setelah 2009. Pada semester pertama 2010, 19 serdadu dilaporkan bunuh diri sedangkan pada tahun 2009, statistik mencatat terdapat 21 tentara bunuh diri.
Pada 2010 itu, dua tentara ‘Israel’ dilaporkan bunuh diri di Daliat el Carmel. Tentara pertama, Ashraf Meriyah, 18, ditemukan tewas karena tembakan di kepala di rumahnya setelah fajar. Saat Louis Nasser a Din, 21, mengetahui temannya bunuh diri di wilayah militer Haifa, ia juga bunuh diri dengan menembak kepalanya.
Pasukan Pertahanan ‘Israel’ (IDF) sempat membuat program khusus untuk membantu para komandan mengenali tekanan psikologis di kalangan tentara akibat tingginya angka bunuh diri. Sebagai bagian dari program ini, IDF memutuskan untuk mengurangi jumlah tentara yang membawa senjata saat pulang.
Menurut IDF, kasus bunuh diri ini tidak ada hubungannya dengan pelayanan kemiliteran mereka. Dan IDF mengkaji apakah ada kelalaian dari sisi komandan sebagai pemicu bunuh diri. Pada 2008, situs Ynet melaporkan, untuk pertama kalinya, dua petugas dihukum karena dianggap gagal mencegah seorang prajurit yang bunuh diri akibat tekanan psikologis. Dalam kasus yang sama, seorang petugas kesehatan mental diadili dalam sidang disiplin karena gagal membantu tentara.
Pada 2011 dilaporkan, seorang pendiri kelompok antimiliterisasi ‘Israel’, New Profile, Ruth Hiller mengatakan bahwa sekitar 50% serdadu ‘Israel’ yang dikubur di pemakaman militer tewas karena bunuh diri, kecelakaan atau dibunuh. Pada tahun 1989, Departemen Militer ‘Israel’ mengatakan rata-rata angka bunuh diri setiap tahunnya mencapai 35 orang.*
Disebutkan, total terdapat 43 serdadu Zionis yang menghabisi nyawanya, naik dari angka tahun sebelumnya yang tercatat 30 orang. Data ini menunjukkan adanya kenaikan 30% dari angka bunuh diri pada 2002 yang mencapai 31 serdadu.
Pada tahun 2003, selama puncak Intifada ke dua, 43 tentara Zionis dilaporkan tewas karena bunuh diri dan ini menjadi menjadi penyebab utama kematian di kalangan serdadu. Sementara pada enam bulan pertama tahun 2004, sebanyak 15 serdadu ‘Israel’ dilaporkan bunuh diri.
Kementerian Pertahanan sendiri menolak berkomentar karena merasa malu atas laporan itu. Juru bicara kementerian hanya mengatakan bahwa ia tidak mengetahui masalah itu dan pihaknya tidak ada hubungannya dengan aksi bunuh diri tersebut.
Militer ‘Israel’ juga menyangkal bahwa aksi bunuh diri itu ada hubungannya dengan tindakan-tindakan jahat ‘Israel’ di wilayah jajahannya.
Sumber militer mengatakan alasan-alasan, seperti krisis emosional, penganiayaan dan intimidasi oleh atasan, serta depresi psikologis sebagai penyebab bunuh diri. Namun yang secara lebih luas diyakini adalah para tentara ini merasa trauma atas kejahatannya di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang kemudian berujung pada bunuh diri.
Aktivis perdamaian ‘Israel’ mengatakan kepada Aljazeera.net bahwa ia meyakini kalau kebanyakan serdadu yang bunuh diri tidak bisa hidup dengan menanggung beban yang mengerikan atas perilaku mereka di wilayah Palestina.
Pada 2008, seorang polisi perbatasan ‘Israel’ bunuh diri di depan Perdana Menteri Perancis kala itu, Nicholas Sarkozy. Pada 2007-2009, sempat terjadi penurunan jumlah kasus bunuh diri. Namun jumlahnya kembali naik setelah 2009. Pada semester pertama 2010, 19 serdadu dilaporkan bunuh diri sedangkan pada tahun 2009, statistik mencatat terdapat 21 tentara bunuh diri.
Pada 2010 itu, dua tentara ‘Israel’ dilaporkan bunuh diri di Daliat el Carmel. Tentara pertama, Ashraf Meriyah, 18, ditemukan tewas karena tembakan di kepala di rumahnya setelah fajar. Saat Louis Nasser a Din, 21, mengetahui temannya bunuh diri di wilayah militer Haifa, ia juga bunuh diri dengan menembak kepalanya.
Pasukan Pertahanan ‘Israel’ (IDF) sempat membuat program khusus untuk membantu para komandan mengenali tekanan psikologis di kalangan tentara akibat tingginya angka bunuh diri. Sebagai bagian dari program ini, IDF memutuskan untuk mengurangi jumlah tentara yang membawa senjata saat pulang.
Menurut IDF, kasus bunuh diri ini tidak ada hubungannya dengan pelayanan kemiliteran mereka. Dan IDF mengkaji apakah ada kelalaian dari sisi komandan sebagai pemicu bunuh diri. Pada 2008, situs Ynet melaporkan, untuk pertama kalinya, dua petugas dihukum karena dianggap gagal mencegah seorang prajurit yang bunuh diri akibat tekanan psikologis. Dalam kasus yang sama, seorang petugas kesehatan mental diadili dalam sidang disiplin karena gagal membantu tentara.
Pada 2011 dilaporkan, seorang pendiri kelompok antimiliterisasi ‘Israel’, New Profile, Ruth Hiller mengatakan bahwa sekitar 50% serdadu ‘Israel’ yang dikubur di pemakaman militer tewas karena bunuh diri, kecelakaan atau dibunuh. Pada tahun 1989, Departemen Militer ‘Israel’ mengatakan rata-rata angka bunuh diri setiap tahunnya mencapai 35 orang.*
dikutip dari hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar