Percakapan dan perbualan para sahabat Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) mengenai jihad
sedemikian rupa, sehingga hal itu sangat berpengaruh kepada cita2 dan
semangat juang anak2 mereka. Jika hari ini anak2 kita berbincang hal2
kosong tentang tokoh2 fiktif yang tidak ada kaitannya dengan aqidah
mereka, maka perbincangnan diantara anak2 para sahabat adalah keberanian
dan tanggung jawab orangtua2 mereka dalam meninggikan kalimah Allah Subhanahu wa ta'ala.
Sedemikian rupa keadaan mereka, sehingga setiap dari mereka ingin
segera terlibat bersama orang2 dewasa dalam memperjuangkan agama mereka.
Meskipun mereka belum lagi mencapai usia baligh, akan tetapi sepak
terjang mereka yang heroik telah menjadi kisah2 abadi yang menjadi
teladan bagi orang2 di belakang hari. Bukan saja terhadap anak2 kita,
akan tetapi juga menjadi teladan bagi orang2 dewasa, bagaimana
seharusnya kita bersikap dalam memperjuangkan agama ini.
Sedemikian rupa keadaannya, maka hampir menjadi kebiasaan Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) untuk meminta kepada mereka yang siap keluar jihad, untuk
berparade dalam suatu barisan. Hal itu selain sesuai dengan kehendak
Allah (swt) [1], juga agar Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) dapat memastikan bahwa tidak
ada anak2 di bawah umur yang turut serta bersama mereka.
Demikian pula halnya pada hari2 menjelang perang Uhud. Nabi (Shallallahu 'alaihi wa sallam)
terpaksa meredam semangat jihad anak2 dengan cara mengembalikan mereka
ke rumah2 orangtua mereka masing2. Diantara mereka adalah Abdullah bin
Umar (ra), Zaid bin Tsabit (ra), Usamah bin Zaid (ra), Zaid bin Arqam
(ra), Barra bin Azib (ra), Amr bin Hizam (ra), Usaid bin Zhuhair (ra),
Urabah bin Aus (ra), Abu Sa’id al Khudri (ra), Samurah bin Jundub (ra)
dan Rafi’ bin Khadij (ra).
Tentu saja, anak2 tersebut merasa sangat kecewa. Dan melihat
kekecewaan anaknya, maka Khadij (ra) berusaha untuk membela anaknya agar
dia tetap dapat pergi ke medan perang. Khadij (ra) berkata, “Rafi’ anak
saya ini pandai memanah.” Dan seiring dengan pembelaan ayahnya
tersebut, dengan semangat baja, Rafi’ menjijitkan kakinya agar terlihat
lebih tinggi. Dan selanjutnya Rasulullah (saw) mengizinkan Rafi’ bin
Khadij (ra) ikut berperang.
Melihat keberhasilan Rafi’ (ra), maka Samurah bin Jundub (ra) merayu
ayah tirinya, Murrah bin Sinan (ra), “Ayah, Rafi’ diperbolehkan ikut
berperang, sedangkan saya tidak, padahal saya lebih kuat daripadanya.
Jika adu tanding, pasti saya dapat mengalahkannya.”
Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) memperkenankan usulannya, sehingga keduanya
ditandingkan di hadapan beliau. Ternyata Samurah bin Jundub (ra) dapat
mengalahkan Rafi’ bin Khadij (ra). Kemudian Samurah diizinkan beliau
untuk ikut berperang.
Pertandingan itu benar2 membangkitkan semangat anak2 yang lain,
sehingga banyak diantara mereka yang kembali mengajukan permohonan
kepada Nabi (Shallallahu 'alaihi wa sallam) agar mereka diijinkan untuk ikut berperang.
Bagaimanapun akhirnya Nabi (Shallallahu 'alaihi wa sallam) hanya membenarkan beberapa anak saja
yang dapat menyertai peperangan ini. Subhanallah.
Catatan kaki:
[1] “Sesungguhnya Allah menyukai orang2 yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur se-akan2 mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs ash Shaff 61:4).
[1] “Sesungguhnya Allah menyukai orang2 yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur se-akan2 mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs ash Shaff 61:4).
Disarikan dari Subhan Ibn Abdullah, Pattaya, 15/04/2005 dan dari Mentoring Agama Islam Weblog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar