Sabtu, 29 Agustus 2015

Aku Hanya Ingin Senyummu



Di mataku, Ia hanya seorang biasa layaknya kaum hawa. Ketika pertama kali bertemu dengannya, tak ada yang terlihat spesial darinya. Jantung ini pun tak meningkatkan denyutnya. Sekilas, matanya biasa saja, hidungnya biasa saja, bibirnya pun juga biasa. Tak ada yang menarik untuk dideskripsikan. 
Hari itu aku ingin mengumpulkan kartu rencana studi ke ruang dosen. Aku tau bakalan mengantar sepucuk surat itu sendiri karena semua temanku sepertinya sudah mengumpulkannya terlebih dahulu. Namun, ternyata ada yang ingin bersama-sama denganku. Orang itu adalah Ia. Ya, kami berdua bersama-sama, tidak ada orang lain. Dan ketika inilah perasaanku mulai aneh. Bagaimana tidak, aku jalan berdua dengan seorang cewek. Aku merasa malu karena dilihat oleh orang-orang, namun aku senang karena ada yang mau menemaniku. Dan, yang tidak aku pahami adalah mengapa denyut jantungku meningkat ketika itu. Itulah yang membuatku merasa sangat aneh. 

Sepanjang jalan menuju fakultas ilmu sosial dan ruang dosen yang jaraknya lumayan jauh, aku mencoba memulai pembicaraan dengan menanyakan beberapa hal agar jantungku tidak semakin cepat. Aku berusaha untuk akrab dengannya. Dia pun menanggapi dengan baik dan positif karena kami tidak punya niat yang buruk. Kami pun menikmati perjalanan itu hingga sampai ke tempat tujuan. Kertu rencana studi milikku sudah bisa dikumpulkan karena Bu Dosen ada di ruangnya. Namun tidak dengannya. Dosen yang mengampunya tidak berada di mejanya. Padahal Ia harus pulang kampung. Akhirnya Ia pun meminta tolong kepadaku untuk mengumpulkan kartunya; Ia titipkan padaku. Seketika itu aku menyanggupinya karena dasar kesetiakawanan dan tanpa mengharap apa pun. Ia apun sangat senang dan berterimakasih kepadaku. Sejenak aku terpaku melihat Ia tersenyum kepadaku. Tanpa pikir panjang, aku pun  membalasnya. Dan kami pun pulang dan berpisah di jalan.

Kamis, 06 Agustus 2015

PUISI - MUNGKIN

Mungkin
Oleh: Muhamad Rafif Naufal

Mungkin...
tak akan lagi kau temukan sesuatu
yang membuatmu tertawa gembira
yang membuatmu tersenyum manis
bahkan yang membuatmu menangis tersedu

Dan mungkin...
dahulu pernah terasa hangat
saat dekapan erat seakan mengikat
ketika kecupan manis mengikis
duka lara yang sedang melanda